Kamis, 22 Januari 2015

PERTEMUAN SEDERHANA BERMAKNA BESAR


Pada malam hari tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Soekarno-Hatta
yang diantar oleh Maeda Tadashi. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto yang bergelar Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala menolak kedatangan mereka dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militerJepang agar menerima kedatangan rombongan tersebut.

Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu.

Atas sikap Nishimura yang cenderung tidak dapat diajak bekerjasama maka Soekarno dan Hatta meminta agar ia tidak menghalang-halangi tugas PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Melihat perdebatan yang panas, Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar mematuhi perintah Tokyo. Sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan dan dia mengetahuinya.

Sepulang dari rumah Nishimura, Soekarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) yang diiringi oleh Myoshiguna. Di kediaman Maeda-lah rapat diadakan untuk mempersiapkan Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya.

Laksamana Muda Maeda

Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh golongan muda, seperti Soekarni, B.M. Diah, Sudiro dan Sayuti Melik. Myoshiyang setengah mabuk duduk dikursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.

Bung Hatta, Subardjo, B. M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih di dengungkan. Setelah konsep selesai disepakati, Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.

Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1) tepat pada hari Jum’at pukul 10.10 WIB.

0 komentar:

Posting Komentar